KENDARI, ANYARNEWS.COM – Salah satu perusahaan pertambangan, PT Selebes Pasifi Mineral (SPM) yang melakukan kegiatan operasi produksinya di Desa Boenaga, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang di duga melakukan aktivitas ilegal mining dan di duga belum memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Hal tersebut di paparkan oleh Naga Sultra selaku Ketua lembaga Forum Pemerhati Tambang (Forpeta) Sultra, melalui relase persnya, Rabu (20/1/2021) bahwa ia memaparkan aktivitas pertambangan PT. Selebes berada di dalam kawasan hutan lindung dan di duga belum memiliki IPPKH.
“hingga saat ini belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban nya sebagai mana yang telah di isyaratkan bagi setiap perusahaan pertambangan sebelum melakukan operasi pertambangan.PT selebes Pasific mineral melakukan kegiatan aktivitas pertambangan di dalam wilayah kawasan hutan lindung di duga tidak mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH),” ucapnya.
Berlandaskan hal tersebut, menurut hasil investigasi Forpeta Sultra di duga bertentangan dengan pasal 38 ayat 3 undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.
“sehingga ini menurut kajian kami telah melanggar ketentuan dalam undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, pasal 38 ayat 3 menyatakan bahwa setiap pengguna kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan di lakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. kemudian di pertegas pada pasal 8 ayat 6 yabg menerangkan bahwa pelanggaran terhadap suatu kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tanpa di lengkapi IPPKH akan berdampak pada ancaman sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 5 milyar,” tuturnya.
Kemudian, Dari hasil penelusuran investigasi lapangan Forpeta Sultra bahwa izin usaha pertambangan (IUP) PT SPM telah mati sejak tahun 2015 hingga sampai hari ini belum ada perpanjangan IUP namun terus melakukan pengerukan ore nikel menggunakan excavator di bumi Oheo Konawe Utara tersebut.
“Kejadian ini telah melanggar ketentuan dalam undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara sebagai Mana yang telah di muat dalam pasal 158 merumuskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa IUP,IPR atau IUPK Sebagaimana di maksud dalam pasal 37 Pasal 40 ayat (3), pasal 48,pasal 78 ayat (1),pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) di pidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 10 miliar rupiah,” bebernya.
“Sehubungan dengan itu peran aparat penegak hukum perlu di pertanyaan dengan hadirnya polres di Konawe Utara bisa mencegah Ilegal Mining, namun faktanya aktivitas Ilegal Mining di bumi Oheo Konawe Utara semakin menjadi jadi di tambah lagi aktivitas PT selebes Pasific mineral yang masuk dalam area kawasan hutan lindung yang sangat berpotensi merusak sumber daya alam serta hal ini telah bertentangan dengan program pemerintah untuk memerangi ilegal Mining,dari data yang kami miliki PT selebes Pasific mineral menggarap hutan lindung tanpa mengantongi IPPKH Dan IUP telah mati sejak tahun 2015,”
Sehingga mereka dari lembaga Forpeta Sultra di rencanakan bakal menggelar aksi besar besaran di Polda Sultra jikalau pihak Polda Sultra tidak menghentikan proses penambangan atas dugaan ilegal Mining di bumi Oheo Konawe Utara dengan membawa tuntutan sebagai berikut
Pertama, Meminta kepada Bareskrim polri dan Polda Sultra untuk segera melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan serta penangkapan atas dugaan kasus ilegal Mining PT SELEBES PASIFIC MINERAL.
Kedua, Meminta kepada Bareskrim polri dan Polda Sultra untuk segera menghentikan aktivitas PT selebes Pasific mineral karena di duga tidak mengantongi IPPKH Dan IUP telah mati sejak tahun 2015
Ketiga, Meminta kepada Bareskrim polri dan Polda Sultra agar serius menindak Ilegal Mining PT SELEBES PASIFIC MINERAL
Keempat, meminta kepada Mabes polri untuk segera memeriksa Kapolda Sultra karena di duga telah melakukan pembiaran serta di duga tebang pilih dalam menindaki penambangan Ilegal Mining di Sulawesi tenggara.
Discussion about this post