Oleh : Ani Susilowati, S.Pd
Bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan keberkahan kembali hadir ditengah kita. Berbeda dengan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, saat ini Ramadhan hadir di tengah wabah. Banyak orang berduka, korban jiwa dimana-mana, bahkan pandemi ini mampu melumpuhkan ekonomi berbagai negara. Dunia usaha kelimpungan, banyak perusahaan tutup dan sebagian bangkrut. Ribuan karyawan dirumahkan, tak sedikit di-PHK tanpa pesangon. Akibatnya, banyak orang kehilangan pedapatan, pengangguran makin tak terelakkan. Sebagian sudah mulai kesulitan untuk sekadar makan. Bahkan korban kelaparan mulai berjatuhan.
Direktur Program Pangan Dunia atau World Food Programme (WFD), David Beasley, menyebut 265 juta penduduk dunia terancam kelaparan sebagai dampak dari pandemi virus corona. Jumlah ini masih bisa bertambah karena ada sekitar 821 juta orang yang kurang makan. Sehingga, total warga dunia yang bisa mengalami bencana kelaparan melebihi 1 miliar orang. Terkait hal ini, Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo (SYL), sempat menyatakan bahwa stok pangan nasional aman selama pandemi. Dari neraca pangan nasional, Indonesia memiliki neraca yang cukup bagus dan dapat dikatakan terkendali dengan baik. Sebab semuanya cukup tersedia dari hasil pertanian di seluruh Indonesia. Namun fakta dilapangan tidak menunjukkan hal demikian.
Sebagaimana viral video 25 detik yang menunjukkan dua anak yatim piatu di Desa Sebau, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan, dengan kondisi tubuh kurus kering akibat kelaparan tak tersentuh bantuan, diikuti dalih Pemkab Muara Enim yang mengklaim pemerintah daerah sejak 2015 rutin memberi bantuan. (Vivanews.com, 24/4/2020)
Hal ini menunjukkan bahwa adanya BANSOS maupun BLT sungguh tidak tepat sasaran, banyak warga miskin yang belum menikmati dan menerima bantuan. Realitasnya, rakyat kecil tetap tak dapat menikmati lezatnya angka surplus stok pangan. Kondisi ini menegaskan bahwa food security (ketahanan pangan) masih dominan sebagai slogan.
Sebagaimana diketahui, ketahanan dan kedaulatan pangan di Indonesia sangat lemah akibat abainya negara. Sumber daya pangan didominasi impor hanya demi meraih keuntungan segelintir orang, demikian juga ekspor tidak memperhatikan kebutuhan pangan rakyatnya, bahan pangan diekspor besar-besaran padahal di negeri ini banyak yang kekurangan. Sistem ekonomi ala Kapitalisme ini akan selamanya berjalan demi keuntungan para penguasa maupun pengusaha.
Hal ini sangat berbeda sekali dengan kepemimpinan dalam sistem Islam. Seorang pemimpin adalah ro’in (penjaga) dan al junnah (perisai) bagi rakyatnya. Seorang pemimpin akan memperhatikan dan mencukupi kebutuhan pangan rakyatnya secara keseluruhan dan merata.
Dengan sumber daya alam yang melimpah di seluruh negeri Islam, maka sangat mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup seluruh rakyatnya, tidak seperti sistem kapitalis yang mengeruk kekayaan alam hanya untuk kepentingan penguasa dan pengusaha.
Mekanisme politik pangan dalam Islam adalah menjamin pemenuhan pangan seluruh individu rakyat, baik untuk konsumsi harian maupun cadangan pangan untuk mitigasi bencana/paceklik seperti kondisi wabah corona saat ini.
Di samping itu, seorang pemimpin juga selalu menjaga kecukupan stok pangan, baik saat kondisi ideal maupun pandemi. Khususnya saat pandemi dalam rangka pemenuhan jangka pendek, seorang pemimpin bisa membeli produksi pertanian yang diusahakan petani atau swasta sebagai cadangan negara untuk kebutuhan masyarakat selama wabah.
Sebagaimana yang dicontohkan Khalifah Umar bin Khaththab ketika menghadapi krisis, beliau membangun pos-pos penyedia pangan di berbagai tempat, bahkan mengantarkan sendiri makanan ke setiap rumah.
Pernah dimasa paceklik yang melanda seluruh daerah Hijaz, Umar bin khattab mengharamkan dirinya untuk makan roti, susu dan mentega sehingga beliau hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya hitam dan tubuhnya kurus. Semua itu dilakukan agar beliau dapat merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya.
Umar bin khattab pun tak tinggal diam, beliau mengirim surat kepada Gubernur Bashrah dan Mesir untuk mengirimkan bahan makanan. Akhirnya selama 9 bulan paceklik ini teratasi dengan baik. Semua kondisi ideal tersebut hanya akan ada ketika sistem Islam diterapkan ditengah-tengah kehidupan saat ini. Sehingga food security bukan hanya slogan tetapi benar- benar nyata dapat dirasakan oleh rakat.
Discussion about this post