JAKARTA, ANYARNEWS.COM – Pademi virus corona baru atau Covid-19 yang sedang terjadi di Tanah Air, tidak menyurutkan semangat Jaring Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) untuk menggelar unjuk rasa menyuarakan kebenaran. Buktinya, Selasa siang (28/4/2020), belasan orang pengurus ProDEM menggeruduk Gedung DPR RI, di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Aksi dipimpin langsung Ketua ProDEM, Iwan Sumule dan digelar dengan tetap menaati protokol Covid-19, yakni menjaga jarak dan menggunakan masker. Masing-masing peserta aksi membawa selembar kertas berisi tulisan, “ProDEM Menuntut: 1. Menuntut DPR Menolak Perppu 1/2020; 2. Menuntut DPR RI Menghentikan Seluruh Pembahasan RUU Omnibus Law”.
Iwan dalam orasinya mengurai bahwa pihaknya akan terus menolak kehadiran Perppu No. 1 Tahun 2020 atau yang serin disebut Perppu Corona. Termasuk meminta agar pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker), dihentikan selama pandemi corona.
“ProDEM menyerukan dan meminta semua elemen bangsa untuk berjuang bersama,” ujarnya.
Menurutnya tuntutan itu akan mudah terwujud jika semua elemen bersatu seperti tahun 1998 lalu. Tepatnya ketika para aktivis dan mahasiswa menumbangkan Presiden kedua RI Soeharto.
“DPR pernah kita duduki dan pernah memaksa penguasa yang begitu kuat untuk turun dari singgasananya. Hari ini aktivis ProDEM pun yakin, kita rakyat juga bisa kembali melakukannya,” tegasnya.
Iwan Sumule lantas mengurai sejumlah poin dalam Perppu Corona yang berpotensi disalahgunakan. Pertama, mengenai aturan yang membolehkan defisit anggaran melampaui tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama masa penanganan Covid-19.
“Aturan ini mengabaikan amanah UU 17/2003 yang mengharuskan defisit keuangan negara tidak lebih dari 3 persen. Kacaunya, itu diperbolehkan sampai tahun 2022,” tambah dia lag.
Kedua, mengenai aturan dalam Pasal 19 yang mempersilakan Bank Indonesia membeli Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara berjangka panjang di pasar perdana yang diperuntukkan sebagai sumber pendanaan bagi pemerintah.
“Itu sama saja memberi kekuasaan kepada BI untuk membeli surat utang dan memberi bantuan likuiditas. Artinya, BI bisa jadi korban dan berpotensi akan terjadi skandal BLBI jilid II,” kata Ketua DPP Partai Gerindra itu.
Terakhir, Iwan Sumule menyoroti Pasal 27 ayat 1, 2, dan 3, yang memberikan disclaimer bahwa biaya yang telah dikeluarkan pemerintah bukan merupakan kerugian negara. Tidak hanya itu, pejabat yang melaksanakan Perppu ini, mulai dari pegawai Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana, jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Apalagi diisebutkan juga bahwa segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada Peradilan Tata Usaha Negara. Itu pasal-pasal kontroversial yang membuat Perppu Corona wajib ditolak,” tegas Iwan Sumule.
Discussion about this post