Kaum kiri tidak akan memberontak, walaupun rakyat kebanyakan sudah siap meledak akibat kehidupan harian mereka dalam tekanan penuh. Apa sebab? Karena afiliasi politik elit-elit kiri, bermuara ke Jokowi. Bagi mereka menyelamatkan kekuasaan Jokowi jauh lebih penting daripada merebut kekuasaan dengan memanfaatkan situasi rakyat sebagaimana tradisi politik mereka selama ini. Di zaman corona ini, elit-elit kiri jadi bermuka dua.
Untuk mengendalikan agar pemberontakan rakyat tidak meledak, dibuat rembesan supaya tekanan sedikit berkurang. Munculkan kaum anarko. Kemuncukan kaum anarko berfungsi menjadi kanalisasi bagi orang-orang yang nggak sabar dan mulai frustrasi. Kaum elit kiri sebut mereka kontra revolusi dan tidak memiliki kesabaran revolusioner.
Sebenarnya yang paling potensial untuk memberontak adalah kaum gelandangan politik – yaitu suatu kelompok politik yang tidak punya tautan dan akses ke APBN dan pos-pos politik negara – seperti HTI, golongan afiliasi tradisi politik ke DI, dan sejenisnya, yang pada 212 terkristal dan lebur menjadi golongan sosial 212.
Tapi sekarang, 212 berantakan dan meleleh sendiri, karena tidak punya kepemimpinan yang solid dan tidak berorientasi panjang ke depan. Apalagi sebagian besar golongan 212 ini telah dapat digiring menjadi pendukung Anies Baswedan yang sekarang memegang kekuasaan di DKI.
Anies tidak memiliki watak dan tendensi gerakan politik ideologis, selain hanya ingin berkuasa secara populer, konstitusional dan pragmatis. Namun golongan 212 yang sekarang makin redup itu, ikut arus pragmatisme dan hanya bermaksud menyelamatkan kepentingan pragmatisnya saja.
Elemen keras seperti golongan afiliasi tradisi politik DI, nasibnya sama seperti kaum anarko sindikalisme hari ini yang berfungsi sebagai perembes politik agar bendungan tidak meledak karena banjir frustrasi dan kekecewaan.
Jadi harus dengan jujur dikatakan di sini, kedudukan Anies dalam konteks politik dan potensi pemberontakan rakyat, justru disyukuri oleh rezim Jokowi karena telah menolong keselamatan kekuasaannya. Sayap Islam yang kecewa, ternetralisir dan terjinalkan oleh fungsi dan peran Anies. Maka terjadilah simbiosis mutualisme.
Adapun elemen Ikhwanul Muslimin versi Indonesia, yaitu PKS, selama diberikan akses terkendali ke dalam keuntungan politik, seperti APBD dan APBN, mereka tidak akan memberontak. Dan akan tetap lunak dan kompromis. Kecuali sekedar ngoceh sana ngoceh sini.
Kalau NU dan MU, tidak perlu dihawatirkan sebagai pencetus dan pendorong protes rakyat. Karena bukan tradisinya. Dan kepentingan mereka sudah demikian dalam tergantung pada negara, walaupun rezim silih berganti.
Jadi pada intinya, hari-hari ini frustrasi akan memuncak dirasakan oleh rakyat, tapi terkebiri oleh kemunafikan politik para elit, baik oleh sayap kiri apalagi oleh sayap kanan yang oportunis dan mementingkan diri sendiri. Maka sulit diramalkan akan terjadi aksi protes besar-besaran rakyat alias pemberontakan dalam bulan-bulan mendatang, walaupun keadaan sudah demikian pasnya untuk meledak.[***]
Discussion about this post